30 Oktober 2025
Oleh: Elias Mite
Setiap tanggal 30 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Uang Nasional — sebuah momen bersejarah ketika pada tahun 1946, pemerintah Republik Indonesia untuk pertama kalinya menerbitkan mata uang sendiri, Oeang Republik Indonesia (ORI). Di tengah situasi perang dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, uang kala itu bukan sekadar alat tukar, tetapi simbol kedaulatan dan kepercayaan diri bangsa yang baru berdiri. Kini, hampir delapan dekade kemudian, rupiah terus hadir dalam setiap denyut kehidupan kita. Ia berpindah dari tangan ke tangan, dari pasar tradisional hingga sistem pembayaran digital. Namun di balik lembar-lembar rupiah itu, tersimpan banyak pelajaran tentang nilai, kejujuran, dan kebijaksanaan dalam hidup.
Uang memang bukan segalanya, tetapi cara kita memperlakukan uang sering kali mencerminkan siapa kita. Orang yang menghargai setiap rupiah yang diperolehnya dengan kerja keras biasanya juga menghargai waktu, tanggung jawab, dan kejujuran. Sebaliknya, mereka yang memperlakukan uang dengan mudah, cenderung kehilangan arah ketika harus memilih antara kebutuhan dan keinginan. Rupiah mengajarkan kita tentang nilai kerja — bahwa di balik setiap nominal, ada keringat, ada upaya, ada harapan. Ia juga mengingatkan bahwa kesejahteraan bukan hanya tentang banyaknya uang, tetapi bagaimana uang itu digunakan. Apakah ia mengalir untuk kebaikan, atau justru menjadi sumber keserakahan?
Di masa kini, uang hadir bukan hanya dalam bentuk kertas dan logam, tetapi juga dalam bentuk digital. Transaksi melalui ponsel, QRIS, dan aplikasi keuangan membuat hidup lebih cepat dan praktis. Namun di balik kemudahan itu, ada tantangan baru: godaan untuk berbelanja impulsif, terjerat utang konsumtif, atau kehilangan kontrol terhadap pengeluaran. Hari Uang Nasional bisa menjadi pengingat untuk beradaptasi dengan kemajuan tanpa kehilangan kebijaksanaan. Bijak finansial berarti mampu menahan diri, menata rencana, dan memanfaatkan teknologi dengan tanggung jawab. Bukan teknologi yang mengendalikan kita, tapi kita yang mengatur teknologi demi kesejahteraan hidup.
Setiap rupiah yang kita gunakan adalah bagian dari ekonomi bangsa. Ketika kita jujur dalam mengelola uang, kita sedang menjaga kepercayaan yang menjadi dasar keberlangsungan negara. Sebaliknya, ketika uang diselewengkan, korupsi merajalela, dan keadilan ekonomi diabaikan, maka nilai rupiah pun kehilangan makna moralnya. Rupiah mengajarkan kita bahwa kejujuran adalah mata uang paling berharga. Ia tidak bisa dicetak di percetakan uang, tetapi bisa tumbuh dari integritas dan rasa tanggung jawab. Dalam konteks inilah, Hari Uang Nasional bukan hanya tentang memperingati sejarah ekonomi, tetapi juga menegaskan komitmen moral untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan dalam setiap transaksi kehidupan.
Tahun 2025 mengusung tema 'Kemenkeu Satu Kawal Asta Cita.' Tema ini mengandung pesan kuat bahwa pengelolaan uang negara bukan hanya urusan administrasi, tapi juga upaya bersama untuk mengawal delapan cita-cita pembangunan bangsa: dari kesejahteraan rakyat, pemerataan ekonomi, hingga keberlanjutan lingkungan. Namun makna itu tidak hanya relevan bagi pejabat dan lembaga keuangan. Setiap warga negara pun memiliki peran — sekecil apa pun — dalam menjaga stabilitas rupiah: dengan bekerja jujur, membayar pajak dengan benar, dan menggunakan uang secara bertanggung jawab. Karena ekonomi yang kuat selalu berawal dari karakter warganya yang kuat.
Rupiah mengajarkan kita tentang keseimbangan — antara kebutuhan dan keinginan, antara konsumsi dan tabungan, antara ambisi dan kepuasan. Ia hadir setiap hari di dompet, di layar ponsel, di rekening, tetapi makna sejatinya hanya bisa kita pahami bila kita mau berhenti sejenak dan bertanya: apakah uang yang saya miliki sudah membawa kebaikan, atau justru menguasai hidup saya? Belajar bijak dari rupiah berarti belajar menghargai nilai-nilai sederhana: kerja keras, kejujuran, kesabaran, dan tanggung jawab. Uang tidak menentukan siapa kita, tetapi bagaimana kita memperlakukan uang menentukan kualitas kehidupan kita.
Hari Uang Nasional bukan sekadar peringatan sejarah moneter, tetapi juga momentum untuk merenungi hubungan kita dengan uang dan kehidupan. Rupiah tidak hanya simbol ekonomi, melainkan simbol kepercayaan dan persatuan bangsa. Ia adalah saksi perjalanan Indonesia dari masa perjuangan hingga era digital saat ini. Belajarlah bijak dari rupiah — karena di balik setiap lembar yang kita genggam, ada kisah perjuangan, ada nilai kemanusiaan, dan ada tanggung jawab untuk menjaga makna hidup yang sesungguhnya.
Selamat Hari Uang Nasional Tahun 2025!
Semoga semangat kebersamaan dalam menjaga dan mengelola keuangan bangsa senantiasa menjadi kompas moral dalam setiap langkah pengabdian kita. Dengan semangat 'Kemenkeu Satu Kawal Asta Cita', mari bersama membangun tata kelola keuangan yang transparan, akuntabel, dan berintegritas demi Indonesia yang sejahtera dan berdaul
Ijazah Jokowi Dipertanyakan: Konspirasi, Kebenaran, atau Kebisingan?
26 Agustus 2025
Oleh: Elias Mite
Isu mengenai keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo k ...
Baca Selengkapnya
Sinyal Hilang atau Mati Lampu? Pilihan Sulit Masyarakat Merauke
26 Agustus 2025
Oleh Elias Mite
Pernahkah kita berada dalam situasi ketika tiba-tiba listrik padam ...
Baca Selengkapnya
KEMERDEKAAN YANG BERDAYA: MERAUKE MEMBANGUN, INDONESIA MAJU
18 Agustus 2025
Oleh Elias Mite
Delapan puluh tahun sudah Indonesia berdiri tegak sebagai bangsa m ...
Baca SelengkapnyaCopyright Sekretariat @2023 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah - Kabupaten Merauke